Senin, 13 Juni 2011

Sedikit Air Mata, Untukmu Saudaraku...

Pagi itu, di penghujung tahun lalu, kami semua melihat lagi sebuah petunjuk, sebuah tanda kebesaran Sang Maha Pencipta. Abu putih menyelimuti desa kami tercinta, Kebondalem. Abu yang tentunya kami semua tahu, bahwa ia adalah sisa dari suatu pembakaran. Tapi kami tak tahu apa yang terbakar, hingga mentari bangun dan muncul dari peraduannya di ufuk timur, walau tak se-garang biasanya. Karena ternyata abu itu tak hanya menutupi desa kami, namun sebagian besar wilayah Yogyakarta dan juga kota-kota lain.

Subhanallah, Sang Jabal yang konon katanya dijaga oleh seorang kuncen bernama Maridjan, memuntahkan isi perutnya. Ya,.. Merapi meletus lagi. Dan apa yang terjadi, hamparan hutan hijau yang dulu sejuk, seketika menjadi hangus terbakar, panas. Batang-batang yang dulu gagah berdiri nan indah, kini lumpuh tak berdaya. Burung-burung yang dulu lincah terbang, kini kehilangan habitatnya. Para penggembala pun, kini tak tahu harus kemana mencarikan makanan untuk ternaknya. Tak cuma itu, Sang Izroil pun datang untuk menjemput jiwa-jiwa milik-Nya, jiwa-jiwa yang memang telah habis jatah nafasnya di dunia. Inilah cara Allah agar kita selau ingat...





Dengan bencana ini kita melihat.
Dengan bencana ini kita sadar.
Dengan bencana ini kita berbagi.

Harus kah kita menuggu datangnya bencana, baru kita sadar untuk berbagi seperti ini... Ya Robb, ampuni kami... Ya Robb, terima kasih telah mengingatkan kami...





Mungkin hanya hal kecil ini yang bisa kita lakukan, hanya yang sedikit ini yang bisa kita berikan, selain do’a yang selalu kita panjatkan. Terima kasih kepada warga kebondalem dan sekitar yang telah berpartisipasi. Semoga Allah meridhoi ikhtiar yang kita lakukan. Amiin.